Nyadran, Rekreasi di Bulan Syawal

Berkunjung ke sanak saudara sambil membawa beberapa makanan khas daerah di bulan Syawal, merupakan tradisi yang pasti dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di Kota Brebes, Jawa Tengah.

KARNOTO-BREBES-JATENG

Kebiasaan ini dikenal dengan istilah nyadran. Tidak ada yang tahu kapan dan siapa yang memulai kebiasaan ini. Namun, tradisi yang biasanya dilakukan setiap usai shalat Idul Fitri hingga tiga hari pasca Lebaran ini, masih terus dilakukan oleh masyarakat Kota yang terkenal Bawang Merah hingga kini.

Hilir mudik warga menghiasi gang-gang di perkampungan di seluruh desa untuk menghampiri keluarga yang dianggap tertua. Tak heran, jika rumah keluarga tertua akan ramai dikunjungi keluarganya yang lebih muda. Dalam kunjungannya, orang akan selalu membawa tas dengan berbagai model. Mulai dari tenunan kain sampai tas yang terbuat dari kulit bambu yang telah dianyam.

Bagi orang yang dikunjungi juga harus bersiap-siap menyediakan makanan yang dimiliki. Tak heran, meskipun berangkat nyadran tasnya berisi, ketika pulangkan pun tasnya masih berisi. Isi makanan tergantung status sosial masyarakat setempat. Namun, biasanya tetap ada makanan khas yang dibuat dua hari sebelum Idul Fitri, seperti rongeh-rongeh yaitu jenis makanan gorengan yang terbuat dari aci dicampur daun seledri dan kacang hijau.

Selain itu, ada makanan yang bernama rengginang yaitu jenis makanan terbuat dari ketan yang telah dibentuk lingkaran. Tak ketinggalan lepet, jenis makanan yang bahannya ketan dan dibentuk bulat memanjang. Untuk jenis makanan yang satu ini hampir dipastikan ada di tiap-tiap rumah warga.

Aktivitas berkunjung di bulan Syawal biasanya dilakukan hingga tiga hari setelah Idul Fitri. Tradisi yang dilakukan turun temurun ini dimaksudkan untuk menjaga tali silaturahmi antar keluarga, terutama bagi orang yang merantau di luar daerah.

Bagi anda yang bukan asli Brebes dan kebetulan memiliki keluarga di kota ini. Tak ada salahnya memanfaatkan momen lebaran mengikuti rekreasi nyadran ini. Namun, anda harus menyiapkan stamina tubuh karena hampir dipastikan setiap detik ada tamu yang berkunjung ke rumah anda. Ini akan ditemui jika kita atau saudara kita adalah orang yang dituakan.

Berarti yang muda bisa santai dong?, tidak juga karena justru yang mudalah harus rajin berkunjung ke saudara yang tua dan biasanya lokasi rumahnya berjauhan. Bahkan, kemungkinan bisa berbeda kampung atau kecamatan. Kalau ini yang terjadi maka berarti tenaga dan uang harus disiapkan.

Namun, jika tradisi nyadran ini dilakukan dengan penuh kebahagiaan tanpa beban maka akan menjadi rekreasi pertama kita di bulan Syawal. Kita bisa menikmati menu makanan khas di tiap-tiap desa dan tak ketinggalan akan menemukan makna Idul Fitri yaitu mengikat persaudaraan diantara keluarga.

Kalau kita tidak melakukan nyadran apa yang akan terjadi?. Anda akan mendapatkan sanksi moral berupa cap sebagai orang yang tidak tahu diri dan sanksi ini bisa berakibat buruk bagi hubungan persaudaraan.


Sate Kambing “Murni” Ma Nyos

Mendengar makanan sate kambing, mungkin kita akan memalingkan muka dan menganggapnya biasa. Namun, jika anda melintasi Kota Brebes, Jawa Tengah dan menyempatkan mampir di Rumah Makan Murni maka anda baru akan mengatakan memang berbeda.

KARNOTO-BREBES-JATENG

Perjalanan anda akan kembali fresh jika menyempatkan mampir ke rumah makan Murni. Di tempat ini kita bisa beristirahat sejenak sambil menikmati sate kambing muda khas Brebes.

Apalagi jika melakukan perjalanan jauh, tempat yang berlokasi di pertigaan Desa Pejagan ini adalah pilihan tepat. Menu sate kambing muda yang disediakan akan menambah perjalanan anda semakin segar dan berkesan.

Jika dilihat dari nama menu yang disajikan, nyaris tidak ada yang membedakan dengan sate kambing di tempat-tempat lain. Namun, anda baru akan merasakan perbedaanya setelah mencicipi makanan ini. Selain ukurannya lebih besar, sate kambing di rumah makan yang berdekatan di perlintasan kereta api Pejagan ini, memiliki sambal dengan rasa yang khas.

Daging sate yang lembut dan mudah diunyah ini akan terasa ma nyos setelah dicelupkan dengan sambal kecap dan sambal kacang yang racikan bumbunya berbeda dengan rumah makan lainnya. Kelebihan lainnya, waktu penyajian makanan di rumah makan Murni tidak memerlukan waktu yang lama seperti di tempat lain sehingga tak perlu berlama-lama menahan lapar.

Rumah makan yang sering dikunjungi Bupati Brebes dan para stafnya ini, harganya cukup terjangkau. Tak heran, jika rumah makan milik Suharti ini laris manis dan selalu ramai dikunjungi pembeli dari berbagai kalangan dan status sosial.

Kenikmatan akan semakin terasa di rumah makan Murni, jika anda melengkapi menu makanan sate kambing muda dengan teh poci, minuman teh manis dengan sajian dan rasa yang berbeda. Minuman jenis ini bisa kita dapatkan di rumah makan ini dengan harga yang sangat terjangkau.

Jika kita memesan teh poci, pemilik rumah makan akan segera meracik bahan minuman yang terdiri dari teh dengan bau dan rasa yang khas. Gula batu yang dimasukan ke dalam gelas kecil terasa kita berada di Jepang. Tak hanya itu, air panas yang dituangkan ke dalam poci tanah liat akan menambah greget kita untuk menyantap menu andalan rumah makan yang didirikan empat tahun lalu.

Satu tempat anda akan bisa mendapatkan menu makanan yang sempurna, terdiri dari sate kambing lengkap dengan sambal dan teh poci. Bagi yang beragama Islam, di rumah makan ini tersedia ruangan untuk shalat lengkap dengan perlengkapan ibadah lainya.

Pada bagian belakang musola, terdapat tiga pintu kamar mandi yang bisa digunakan secara gratis. Anda ingin menikmati sate kambing atau teh poci di rumah?. Di tempat ini pun kita bisa membungkus sate kambing tanpa harus khawatir akan cepat basi, karena pemilik akan memisahkan sate dengan sambal sehingga bisa bertahan lebih lama.

Masih di rumah makan dengan bangunan khas Brebes ini, anda bisa membeli poci tanah liat dengan harga antara Rp 25.000-Rp 30.000. Untuk mencari rumah makan ini tidak terlalu sulit karena lokasinya sangat strategis. Bagi yang dari arah Jakarta maka cukup membuat patokan Pos Polisi Pejagan, yang berada di perlintasan kereta api di pertigaan yang ke arah Purwekerto.

Di pos ini anda bisa langsung bertanya kepada warga atau polisi yang berjaga. Jarak rumah makan Murni dari Pos Polisi ini hanya sekitar 20 meter. Sedangkan, bagi yang dari arah Semarang tidak jauh berbeda. Anda cukup memegang patokan pertigaan perlintasan kereta api Pejagan. Jarak 10 meter belok kiri dari pertigaan ini maka rumah makan Murni sudah terlihat.

Atau jika ingin lebih pasti anda bisa menghubungi ke nomor 081911581223 (Asep).

Selamat Menikmati……….

Mewarisi Tradisi Peninggalan Belanda

Berjalan terburu-buru menggunakan topi dan membawa peralatan tangkap ikan. Pemandangan seperti ini terlihat saat ribuan warga yang berasal dari berbagai penjuru sekitar Bendung Pamarayan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, menghadiri tradisi tahunan peninggalan masa penjajahan Belanda yang dikenal dengan sebutan Bedol Pamarayan.


KARNOTO-SERANG-PROVINSI BANTEN

Penjajahan yang dilakukan oleh negara kincir angin, Belanda beberapa tahun silam. Tidak hanya menyisakan kepedihan ataupun trauma di hati rakyat Indonesia. Namun, ternyata menyisakan tradisi yang sampai saat ini masih terus dilakukan oleh masyarakat.

Salahsatunya tradisi bedol Pamarayan yang digelar setahun sekali. Kebiasaan yang digelar setiap tanggal sepuluh bulan sepuluh ini masih dilakukan oleh masyarakat sekitar bendung Pamarayan, Kabupaten Serang hingga kini.

Penyelenggaraan bedol Pamarayan tahun 2008 ini dilakukan sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, karena dilakukan lebih maju dari waktu yang telah ditentukan karena dirangkaikan dengan peringatan HUT Kabupaten Serang Ke-482. Meski dimajukan beberapa hari dari jadwal tapi acara yang dihadiri ribuan warga ini, tergolong lebih ramai karena sejumlah pejabat Pemkab Serang turut hadir dalam kegiatan ini.

Sejarah bedol Pamarayan sendiri menurut Hudari, Kepala Unit Pelaksana Teknis Bendung Pamarayan, bermula pada masa penjajahan Belanda. “Pada masa Belanda, bedol Pamarayan diadakan untuk mencitrakan bahwa bendung ini adalah milik rakyat. Sehingga rakyat diminta untuk turut bertanggungjawab dengan memelihara bendung ini,” tutur Hudari.

Sebetulnya, kata Hudari, Bedol Pamarayan adalah pesta para petani saat memasuki musim tanam setelah menghadapi kemarau. “Waktu itu Belanda ingin menyatukan antara warga pribumi dengan pendatang supaya bersama-sama menjaga keberadaan bendung ini,” katanya.

Bendung Pamarayan sendiri direncanakan oleh Belanda sejak tahun 1901 dan baru dibuat pada tahun 1908. “Proyek bendung ini selesai dikerjakan pada tahun 1914 dan air mulai disalurkan pada tahun 1918,” kata Hudari.

Secara fungsi, bendung Pamarayan digunakan untuk mengairi area persawahan di Kabupaten/Kota Serang yang berjumlah 17.900 hektar untuk saluran induk bagian barat dan 4.660 hektar untuk saluran induk bagian timur. Jangkauannya meliputi beberapa kecamatan diantaranya Cikeusal, Kragilan, Ciruas, Pontang, Tirtayasa, Serang, Kasemen, Kramatwatu, Bojonegara, Pamarayan, Cikande dan Carenang.

Kini, di tahun 2008 bendung Pamarayan masih berdiri kokoh meskipun posisinya telah dipindahkan sekitar 200 meter dari lokasi bendung Pamarayan lama, yang saat ini menjadi benda cagar budaya (BCB). Tak hanya kokoh, tradisi bedol Pamarayan pun masih dilakukan meski sempat terhenti selama dua tahun.

Secara teknis, menurut Hudari, bedol Pamarayan adalah kegiatan untuk memeriksa mesin bendung yang berada di bawah air karena dikhawatirkan sudah ada besi yang tidak layak pakai. “Nah, untuk melihat kondisi besi yang berada di bawah air maka bendung harus dikeringkan terlebih dahulu,” katanya.

Proses pengeringan atau bedol Pamarayan inilah yang dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mencari ikan di area bendung. Seperti yang terlihat pada pesta petani ini pada Kamis (16/10). Ribuan warga memadati area bendung lengkap dengan perlatan tangkap ikan sederhana. Mulai dari jaring, karung, keranjang bambu sampai kain yang digunakan untuk tempat ikan.

Sekira pukul 08.00 WIB, warga sudah mulai berdatangan dari empat penjuru angin. Bahkan, warga yang berasal dari Kabupaten Lebak pun turut hadir pada acara yang dihadiri oleh Bupati Serang Taufik Nuriman. “Lumayan pak, kalau dapat ikan bisa dijual untuk keperluan keluarga,” kata Madsurah, warga asal Cikeusal yang mengaku sudah empat kali ikut dalam kegiatan ini.

Pukul 10.00 WIB ditengah terikan matahari, usai memberi sambutan, Taufik beserta rombongan pejabat menaiki bagian atas bendung yang tangganya sudah terlihat berkarat. Di bagian atas ini terdapat beberapa mesin gulungan yang digunakan untuk mengangkat pintu bendung.

Beberapa menit kemudian sirine berbunyi dan langsung disambut dengan gemuruh air yang selama ini tertahan. Air pun mengalir deras, beberapa jenis tanaman hanyut membentuk miniatur pulau. Sementara itu, warga yang sejak tadi pagi menunggu di pinggir bandung langsung turun dengan membawa alat tangkap ikan.

Ikan yang tidak sempat terbawa air pun terlihat loncat-loncat seperti sedang mabuk. Kesempatan ini tak disia-siakan oleh warga untuk segera menangkap ikan tersebut. “Hasil ikannya nanti mau saya jual untuk keperluan keluarga. Biasanya sih dapat 5-10 kilogram,” ujar Khaerul, warga Pamarayan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Serang M Yusuf mengatakan, tradisi bedol Pamarayan akan senantiasa dilestarikan sebagai salahsatu wisata budaya yang akan dipromosikan ke masyarakat luas. “Memang kita belum mendesaign promosinya tapi sudah kami rencanakan,” ujarnya. ****

Sekolah “Tarzan” di Kesultanan Banten

Tak ada pakain seragam yang dikenakan para siswa, belajar pun seperti sedang bermain. Bahkan, gedung sekolah tak lazim karena hanya terbuat dari bahan bambu dan kayu lempengan, mirip rumah “Tarzan” yang sering kita lihat di layar televisi..

KARNOTO-SERANG-BANTEN

Potret sekolah seperti ini dapat kita saksikan di sekolah peradaban, sebuah sekolah yang memadukan metode pembelajararan menyatu dengan alam. Di sekolah ini nyaris tidak akan kita temukan suasana belajar seperti yang kita rasakan saat masih duduk di bangku sekolah dasar beberapa tahun lalu.

Para siswa seperti sedang bermain-main dengan seorang kakak. Mulai dari permainan sepakbola, meluncur dengan menggunakan tali, menaiki pohon, berjalan di atas tali yang dibuat seperti sarang laba-laba sampai permainan bercocok tanam. Aktivitas seperti ini hampir dilakukan setiap hari.

Andaikan saja saya atau mungkin anda, saat ini masih anak-anak hampir dipastikan akan memilih sekolah ini karena memang usia anak adalah masa bermain. Suasana alam sudah terasa saat memasuki pintu gerbang sekolah yang terbuat dari papan kayu. Jarak 10 meter dari pintu gerbang kita akan melihat sarang laba-laba buatan yang terbuat dari seutas tali, di atas pohon ada papan mirip kursi mini.

Tempat inilah yang dijadikan arena outbound pada hari-hari tertentu. Pada bagian utara terdapat bangunan bertingkat yang terbuat dari kayu lempengan. Di ruang utama ini terlihat beberapa unit komputer, album kegiatan siswa dan sejumlah alat peraga. Ruangan inilah yang dijadikan kantor sekaligus ruang guru.

Sementara pada sisi timur ruang guru, terdapat tiga unit bangunan yang nyaris sama. Hanya saja, di tiga ruang ini tidak ada computer yang ada hanyalah papan tulis dan beberapa lukisan hasil karya para siswa. Sekolah yang didirikan tiga tahun lalu ini terletak di kawasan Sepang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Provinsi Banten.

Hamparan rumput hijau di sekitar sekolah membuat kita merasa bukan berada di sekolah. Yang justru kita rasakan adalah berada di sebuah kawasan wisata di daerah puncak.

Menurut pengelola, konsep pembelajaran di sekolah Peradaban yaitu memadukan segala kecerdasan yang dimiliki anak dengan menggunakan sarana alam sekitar. “Makanya sekolah ini berbeda dengan lainnya, mulai dari bangunan sampai sarana yang ada,” kata guru yang diberi tanggungjawab mengurusi outbound.

Metode pembelajaran di sekolah ini, menurut Budi, para siswa dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan tipe siswa. Anak kinestetik misalnya, tipe anak ini jarang sekali belajar di ruang kelas karena diyakini tidak akan cocok dengan metode balajar di dalam ruangan. Siswa kinestetik akan lebih enjoy jika belajar di alam terbuka tanpa ada batas dinding yang menyekat.

Lain halnya dengan tipe anak bahasa, anak yang memiliki tipe ini lebih suka jika metode pengajaran dilakukan dengan bercerita. Sedangkan untuk tipe anak logik matematik akan lebih suka jika metode pengajaran dilakukan dengan logika berpikir. Setiap kelompok siswa didampingi oleh satu guru wali dan dua guru pendamping.

Para siswa bukan hanya belajar di komplek sekolah, mereka juga diajak berkunjung ke beberapa tempat yang sesuai dengan tema pembelajaran. Misalnya, berkunjung ke peternakan sapi atau kerbau, mendatangi pelabuhan, berkunjung ke stasiun televisi ataupun bercocok tanam di sebuah perkebunan.

Bagi anda para orangtua modern yang meyakini konsep pendidikan di sekolah alam. Dapat mengunjungi sekolah ini untuk mendapatkan informasi lebih jelas. Tak hanya itu, di area sekolah yang didirikan di atas area kurang lebih satu hektar ini, sekaligus bisa dijadikan ajang wisata pendidikan karena anda tidak akan menemukan kesan formal dan tegang di sekolah ini.

Yang ada justru pemandangan rumput yang dikelilingi bangunan sekolah “Tarzan”. Akses menuju lokasi sekolah pun tidak sulit karena berada di pusat ibukota Provinsi Banten yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer dari Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.


Menengok Kejayaan Kesultanan Banten

Banten adalah daerah yang memiliki sejarah yang mendunia. Di tempat ini terdapat beberapa bukti peninggalan masa kejayaaan kesultanan Banten diantaranya keraton Surosowan, keraton Kaibon, makam Sultan Hasanudin, Masjid Agung Banten, benteng Speelwijk, kelenteng Avalokitesvara, masjid Pecinan, museum Situs Banten Lama dan meriam Ki Amuk.

KARNOTO-KOTA SERANG, BANTEN

Saya termasuk orang yang beruntung karena merantau di daerah yang cukup bersejarah. Kesempatan ini tak saya sia-siakan untuk mendatangi kawasan Banten Lama. Bahkan, usai satu bulan usai pernikahan saya mengajak istri untuk mengunjungi kawasan ini.

Layaknya sepasang kekasih yang sedang berpacaran, kami berdua mulai menelusuri kawasan Banten Lama, mulai dari makam Sultan Hasanudin, benteng Spelwijk sampai ke klenteng tua Avalokitesvara yang letaknya tidak jauh dari Masjid Agung Banten. Letaknya yang dekat dengan Ibukota Provinsi Banten, Kota Serang, mempermudah perjalanan kami menuju lokasi.

Karena lokasi rumah saya tinggal dengan kawasan Banten Lama ini tidak terlalu jauh, hanya sekira 5 kilometer. Kami berdua menggunakan kendaraan roda dua. Perjalanan terasa nikmat karena kebetulan usia pernikahan kami baru satu bulan. Ketika itu saya anggap wisata sejarah ini sekaligus bulan madu pernikahan. Maklum, keinginan ke Bali belum terkabulkan karena kendala keuangan.

Sambil menyelam sambil minum susu, kira-kira demikian rencana kami. Setelah menempuh perjalan kurang lebih 20 menit akhirnya kami sampai ke lokasi Banten Lama. Di tempat ini kami keliling dan berfoto bersama di area puing-puing yang pernah mengukir sejarah emas bangsa Indonesia.

Bagi anda yang berada di luar Banten dan ingin berkunjung ke tempat ini, tidak perlu khawatir karena lokasinya sangat strategis. Anda cukup membuat patokan pada posisi masuk tol Serang Timur dan langsung belok ke kiri. Sekitar 200 meter maka akan anda temukan papan petunjuk yang mengarahkan ke lokasi wisata Banten Lama.

Lalu untuk makanannya bagaimana?, di kawasan Banten Lama makanannya cukup terjangkau. Anda yang ingin membawa oleh-oleh khas Banten pun tersedia di kawasan ini, diantaranya tasbih dengan berbagai ukuran mulai dari ukuran gelang sampai ukuran sebesar tali pengerek sumur galian.

Hanya saja, jika anda akan berkunjung ke area ziarah makam Sultan Hasanudin harus menyiapkan uang recehan logam, karena di area ini banyak sekali pengemis nongkrong. Sebetulnya, para pengemis ini sering ditertibkan karena mengganggu peziarah tapi sepertinya sulit untuk dihilangkan hingga saat ini.

Kawasan Banten lama sendiri merupakan obyek wisata budaya unggulan Banten. Jarak dari Jakarta sekitar 10 kilometer. Dari bukti-bukti sejarah, terungkap bahwa daerah Banten Lama dulu pernah menjadi kota pelabuhan Internasional dari sebuah kerajaan Islam yang makmur dan ramai dikunjungi pedagang asing dari berbagai negara.

Di kawasan Banten Lama ada beberapa peninggalan sejarah diantaranya komplek keraton Surosowan, komplek ini dulunya difungsikan sebagai pertahanan yang dibangun oleh Sultan Maulana Hasanudin antara tahun 1442 sampai sekitar tahun 1570.

Pada sisi utara Masjid Agung Banten terdapat makam keluarga kesultanan diantaranya makam Sultan Maulana Hasanudin dan isterinya, Pengaran Ratu, Sultan Ageng Tirtyasa dan Sultan Abu Nashir Abdul Kahhar (Sultan Haji). Anda Penasaran silahkan datang langsung ke kawasan Banten Lama. ***


Wisata Kuliner, Cah Kangkung Ala Brebes

Tak semua orang tahu jika Kota Brebes, Jawa Tengah, memilik menu makanan khas yang tidak kalah enaknya dengan masakan Padang. Salah satunya adalah cah kangkung, yang tersedia di rumah makan Kampung Nursery, Kecamatan Kersana, sekitar 10 kilometer dari Kota Brebes.

KARNOTO-BREBES, JAWA TENGAH

Libur Lebaran 2008 boleh dikatakan liburan yang paling istimewa buat saya, karena bisa menyempatkan mampir di rumah makan Nursery yang menyajikan menu khas yaitu cah kangkung. Menu yang disajikan dengan gaya lesehan ini semakin membuat pengunjung betah untuk berlama-lama di rumah makan ini.

Apalagi jika perjalanan menuju lokasi dilakukan dengan dokar, sebuah sarana transportasi yang menggunakan kuda dengan gerobak sederhana mirip andong di kota Gudeg Yogyakarta. Wisata kuliner pertama kali ini, saya didampingi istri dan Fadia, anak saya yang baru berusia 5 bulan. Kami bertiga merasakan nuansa alam yang bisa meregangkan otot kencang akibat aktivitas di kantor tempat saya bekerja selama ini.

Selama perjalanan menggunakan dokar, kita akan menemui banyak perkebunan dengan berbagai tanaman mulai dari jagung, tebu, padi dan bawang merah yang merupakan andalan Kota Brebes.

Kami bertiga menikmati wisata kuliner ini dengan lepas tanpa ada deadline seperti keseharian saya bekerja sebagai Jurnalis. Fadia, anak pertama saya sepertinya pun merasa senang diajak perjalanan. Beberapa kali Fadia berteriak-teriak dan jingkrak-jingkran meskipun masih menggunakan bahasa yang sulit kami mengerti. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam menggunakan dokar, akhirnya saya sampai di rumah makan designya menggunakan bambu.

Saat kami datang suasana agak ramai karena musim libur Lebaran. Beberapa rombongan keluarga dan pasangan ABG terlihat sudah memenuhi beberapa panggung yang terbuat dari bambu. Setelah duduk santai sesaat, tak lama kemudian seorang pelayan menghampiri kami dan menyerahkan catatan menu. Diantara menu yang disodorkan adalah cah kangkung yang kelihatannya cukup menggoda perut saya yang sudah keroncongan.

Sambil menunggu menu datang, saya coba keliling ke beberapa bagian rumah makan. Tampak di bagian ujung barat sebuah aula berukuran kira-kira 100 meter. Aula ini sering digunakan oleh masyarakat untuk berbagai kegiatan seperti reuni sekolah dan pelatihan.

Pada bagian bawah panggung rumah makan terdapat kolam yang ukurannya lumayan besar. Sementara pada bagian samping selatan terdapat perkebunan jagung yang saat itu sedang berbuah. Warna hijau daun dan buah jagung yang besar membuat keyakinan saya kalau daerah ini memang cocok untuk pertanian.

Setelah menunggu sekitar 15 menit sajian pun datang. Dari sekian menu makanan yang kami pesan, cah kangkung cukup istimewa karena terlihat segar dan menggoda. Daun kangkung yang hijau muda yang dilengkapi dengan beberapa biji cabe merah seperti menantang saya untuk beradu kepuasan.

Benar saja, setelah saya mencicipi perlahan dengan kenikmatan. Rasa cah kangkung ala Brebes ini cukup enak tidak kalah dengan masakan Padang. Saking enaknya satu porsi cah kangkung habis dalam waktu 15 menit.

Bagi anda yang hobi makan pasti langsung bertanya berapa harganya?. Tenang, meskipun rumah makannya ala lesehan seperti di kota wisata lainnya. Tapi, untuk masalah harga jelas berbeda. Satu porsi yang terdiri dari ikan bawal, cah kangkung, teh manis dan lalapan hanya Rp 50.000, murah kan?.

Harga ini cukup sebanding dengan rasa cah kangkung ala Brebes yang ma nyos. Penasaran dan ingin mencoba datang saja langsung ke rumah makan Nursery di Kersana, Brebes, Jawa Tengah. Selamat Menikmati!***

Menengok Suku Baduy di Banten

Jika anda menengok suku Baduy maka akan mendapatkan gambaran umum tentang kehidupan nenek moyang kita dahulu. Lugu, santun dan ramah serta sederhana menyatu dalam pribadi orang-orang Baduy.

KARNOTO- LEBAK, BANTEN

Bulan Oktober 2008, untuk yang ketiga kalinya saya menengok kehidupan suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Perjalanan menuju ke lokasi sekarang tidaklah terlalu sulit karena sarana infrastruktur sudah mulai membaik.

Perjalanan kali ini saya ditemani oleh kru dari DAI TV, Jakarta, yang akan meliput relawan pendidikan di suku Baduy. Sekitar pukul 10.00 WIB, kami berangkat dari tol Serang Timur, Kota Serang dengan menggunakan mobil operasional DAI TV.

Tanpa halangan yang berarti pukul 12.00 WIB kami sampai di Ciboleger, sebuah desa yang berbatasan langsung dengan Baduy luar. Di sini kami pun istirahat sekira 20 menit untuk makan siang dan santai sambil mencari seseorang yang bisa membantu kami untuk memberikan pengarahan.

Meskipun cuaca saat itu mendung tapi puluhan orang yang sepertinya anak-anak sekolah, tetap terlihat dan menaiki bukit untuk menuju Baduy dalam yang jaraknya lumyan jauh dan harus ditempuh dengan perjalanan kaki.

Di area parkir sebelah barat utara terlihat mobil Terrano milik Trans7. Setelah mendapatkan seseorang yang kami percaya untuk menemani saya dan rombongan berjalan menuju Baduy luar untuk menemui Jaro atau kepala desa Baduy luar.

Jarak 10 meter dari warung makan yang kami singgahi, kita sudah dapat melihat langsung rumah dan orang-orang Baduy luar. Selain itu, toko-toko yang menjual pernak-pernik khas Baduy pun berjejer. Mulai dari kain selendang, slayer, topi sampai kaos yang bergambar rumah dan tas khas Baduy.

Di sini kita bisa langsung membeli souvenir tersebut, harganya pun cukup terjangaku mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 40.000. Kunjungan kali ini saya tidak masuk sampai ke Baduy dalam. Namun, di Baduy luar pun kita masih sempat melihat langsung dan bericara bahkan berfoto bersama dengan orang Baduy dalam yang masih memegang kuat adat.

Beberapa adat terlihat diantaranya suku Baduy tidak diperkenankan memakai sanda meksipun perjalanan yang ditempuh puluhah kilometer. Pakaian mereka pun hanya dua warna yaitu hitam dan putih. Pada bagian kepala mereka biasa mengikat dengan sal berwarna biru bercorak hitam.

Jika anda ingin melihat lebih jelas dan menikmati sejuknya udara di kawasan Baduy, anda harus melakukan perjalanan kurang lebih 5 jam lebih dan harus menyiapkan tenaga dan perbekalan karena medannya berbukit.

Berarti harus menginap dong?, iya memang anda harus menginap jika ingin menengok kehidupan suku Baduy dalam. Disamping itu perbekalan jangan sampai dilupakan diantaranya ikan asin, terasi, mie instant dan beras. Kita tidak perlu membawa kompor karena warga Baduy bersedia memasak makanan kita.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika akan berwisata budaya di suku Baduy, yaitu tidak boleh membawa odol ataupun deterjen lainnya karena tidak diperbolehkan. Untuk Baduy dalam jangan coba-coba mengambil gambar baik kamera digital maupun handycam karena tidak diperbolehkan oleh adat.

Jika sudah menempuh perjalanan dan sampai di Baduy dalam, kita bisa menginap di rumah salahseorang warga Baduy. Tidak ada ketentuan harus menginap di warga mana yang penting kita harus tunduk pada aturan adapt Baduy. Meskipun adatnya masih berlaku tapi jangan beranggapan bahwa orang Baduy seram. Tidak, mereka justru sangat ramah dan welcome kepada siap tamu yang datang.

Selama diperjalanan kita akan selalu disapa oleh mereka. Bahkan, jika kita datang dan kebetulan buah yang mereka tanam tumbuh maka kita akan mendapat tawaran buah tersebut.

Suku Baduy terbagi dua bagian yaitu Baduy luar dan dalam. Untuk Baduy luar letaknya tidak terlalu jauh dari pemukiman warga biasa. Tak heran, jika kita sudah sampai di perbatasan Ciboleger maka orang-orang Baduy sudah bisa kita lihat. Biasanya orang Baduy turun dari bukit untuk mencari keperluan seperti menjual bahan makanan dan membeli keperluan makan.

Suku Baduy dalam terdiri dari tiga desa yaitu Desa Cibeo, Cikeruta Warna dan Cikeusik. Sementara untuk Baduy luar ada di Desa Keneker perbatasan dengan Ciboleger. Selain memiliki kekhasan pakaian dan rumah, suku Baduy memilik adat tersendiri yaitu seba dan kawalu. Seba adalah tradisi menyetorkan upeti dari hasil tanam kepada pemerintah Banten.

Biasanya Seba ini dilakukan setiap setahun sekali dan dilakukan dengan cara berjalan dari Baduy ke Pendopo Gubernur yang jaraknya kurang lebih 20 kilometer. Mereka berjalan kaki tanpa alas kaki.

Sedangkan untuk kawalu adalah adat Baduy dimana orang luar tidak diperkenankan masuk ke wilayah Baduy hingga acara kawalu selesai. Jika anda tertarik untuk menengok suku Baduy anda bisa datang dengan kendaraan pribadi ataupun umum.

Jika datang dari arah Lampung maka perjalanan dilanjutakan ke Merak dan bisa langsung ke Lebak melalui beberapa jalur. Jika dikira-kira perjalanan dari Merak ke Baduy membutuhkan perjalanan kurang lebih 3-4 jam. Sementara untuk dari arah Jakarta, perjalanan bisa langsung dilanjutkan ke Kota Serang dan langsung ke Lebak diperkirakan perjalanan dari Serang ke Baduy kurang lebih 2 jam.

Anda tidak perlu khawatir tentang keamanan mobil anda, karena warga di Ciboleger dipastikan akan mengamankan kendaraan anda dengan komisi antara Rp 50.000-Rp 100.000 per dua hari, cuku murah bukan?.*****