Wisata Pantai Bayah Layak Jual


Objek wisata pantai di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dinilai layak jual karena memiliki daya tarik untuk mendatangkan pengunjung domestik maupun macanegara. "Saya yakin jika ada investor mau mengembangkan kawasan wisata Pantai Bayah ini dipastikan akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat," kata Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Sri Mustika, Kamis (17/6/2010).


Sri mengatakan, potensi wisata tersebut di antaranya objek wisata pesisir pantai, gunung dan hutan lindung, yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Provnsi Banten.

Ia merujuk pada keindahan pesisir pantai seperti Ciantir, Tanjunglayar, Pulau Manuk, Karang Taraje, dan Sawarna yang masih dikatakan "perawan" atau alami adalah beberapa objek wisata yang layak jual itu.

Bahkan, sejumlah lokasi wisata itu setiap pekan dikunjungi oleh orang asing untuk surfing karena ombaknya cukup tinggi. Selain itu, wisata gunung dengan gua-gua dan situs sejarah sekaligus bisa dimanfaatkan pengunjung melihat langsung pantai pesisir selatan.

Begitu pula kawasan hutan lindung dengan pohon-pohon besar milik Perum Perhutani. "Saya kira wisata Bayah tidak kalah dengan objek wisata Pulau Bali," ungkap Sri Mustika.

Namun demikian, kata dia, objek wisata tersebut hanya dipadati pengunjung setiap hari libur atau perayaan keagamaan, karena potensi wisata yang ada hingga kini belum digarap investor sehingga kondisi kawasan wisata di daerah itu hanya "berjalan di tempat".

Karena itu, pihaknya bersama Pemerintah Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten terus melakukan promosi-promosi maupun pameran potensi wisata untuk mendatangkan investor.

Menurut Sri, para investor hingga kini belum melirik kawasan wisata Banten bagian selatan karena tidak adanya sarana dan prasarana yang memadai seperti kondisi jalan, listrik, air bersih, telekomunikasi, pusat perbelanjaan, dan perhotelan. "Saya minta pemerintah daerah bisa memfasilitasi sarana itu untuk mengundang investor domestik maupun mancanegara," katanya.

Sri juga menyebutkan, jumlah penduduk Kecamatan Bayah tercatat 10.884 kepala keluarga (KK), dan kategori warga miskin sebanyak 3.357 KK sangat berharap objek wisata itu digarap investor. "Jika investor mengembangkan kawasan wisata tentu pendapatan ekonomi masyarakat meningkat," katanya.

Kepala Bidang Penanaman Modal pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak, Ngapipudin mengatakan, dari 22 objek wisata yang ada hingga kini belum satu pun diminati lnvestor karena berbagai faktor antara lain minimnya Infrastuktur seperti jalan, penerangan listrik, air bersih, hotel, dan pusat perbelanjaan.

Sebenarnya potensi objek wisata di Kabupaten Lebak sangat kaya dan memiliki nilai jual bagi investor, bahkan bisa mengalahkan pariwisata di Provinsi Bali. Salah satu objek wisata yang sangat potensial dikembangkan adalah di kawasan Banten selatan yang kaya wisata bahari karena merupakan pesisir pantai Samudera Hindia.

"Kawasan wisata bahari selain menarik untuk rekreasi keluarga juga bagus untuk olahraga selancar. Banyak pengunjung di Pelabuhanratu, Sukabumi kemudian memilih pantai Sawarna untuk berselancar." katanya. [www.kompas.com]


Dua Malam di Pulau Dewata [2]


Meski di Bali, shalat tidak boleh terlupakan. Usai subuh, sekira pukul 06.00 WIB, saya bersama Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang Gembong Rusdiansyah Sumedi , menyewa sepeda dimana kami menginap. Tujuan utama kami adalah melihat suasana pagi di Kuta.

KARNOTO-BALI

Biaya sewa cukup murah Rp 30.000 untuk satu sepeda. Kami pun langsung mengayuh sepeda berkeliling mengitari jalan sepanjang pantai Kuta. Tujuan pertama kami adalah lokasi monumen bom Bali I yang hanya berjarak kurang lebih 25 menit dari hotel Harris.

Saat tiba di lokasi, saya pun menyempatkan berfoto sebagai kenang-kenangan untuk rekan ataupun keluarga. Di pojok daftar nama korban Bom Bali I, tampak seorang lelaki sedang sembahyang menyiprati air ke patung dan memberikan sesajen. Baunya cukup menyengat dan terlihat asap dari patung tersebut.

Dari daftar korban Bom Bali I, paling banyak adalah warga negara Australia. Dari fakta ini wajar jika pemerintah Australia marah kepada Indonesia. Dari tempat pejalan dengan sepeda dilanjutkan ke bibir pantai Kuta. Di sini kami menyempatkan sarapan nasi dari pedagang kaki lima yang sudah nongkrong di salah satu pintu masuk pantai Kuta. Usai sarapan, kami mendekati bibir pantai yang sudah ramai oleh wisatawan baik lokal maupun internasional. Pasir putih dan gulungan ombak menyambut kami dengan bersahabat. Tampak turis bule mondar-mandir tanpa alas kaki dan memakai celana pendek dan baju mini.

Kata orang Bali, turis sengaja berjemur di terik matahari agar kulitnya hitam untuk mengimbangi kulit yang putih kemerah-merahan. Kami pun melepas sandal dan langsung berjalan di atas pasir putih. Sengat matahari pagi membuat tubuh menjadi hangat dan menambah semangat.

Jarum jam menunjukan pada angka 07.30 WIB, saatnya harus kembali ke hotel untuk menuju kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten (Puspemkab) Badung, karena ini adalah tujuan utama untuk mendapatkan gambaran seperti apa pengelolaan wisata di daerah ini sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).


Dua Malam di Pulau Dewata [1]


Bali, oh semua orang pasti ingin pergi ke kota ini. Konon, orang Eropa lebih kenal Bali daripada Indonesia. Masa iya, memangnya apa yang istimewa dari pulau dewata?. Berikut perjalanan selama dua malam di Kabupaten Badung, Bali.

KARNOTO-BALI

Jujur saya agak grogi saat seorang wanita yang menjembut di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, menyelipkan sekuntum bunga kamboja di telinga. Yah, bunga itu sebagai simbol keramahan saat menyambut para tamu. Perjalanan kali ini saya menemani rombongan anggota DPRD Kabupaten Serang yang studi banding mengenai pengelolaan wisata.

Dari bandara, kami langsung menuju restoran yang ada di dekat pantai Jimbrana. Di sini, telinga saya kembali disisipi bunga kamboja oleh penerima tamu restoran tersebut. Namun, karena sudah dua kali jadi saya bisa menghindar dengan cara mendahului rombongan.

Wah, asyik betul penataan kotanya. Ratusan kursi kayu dipajang di bibir pantai, pasir putih dan gulungan ombak yang bersahabat membuat kerasan siapapun yang berkunjung ke tempat ini. Sebetulnya, suasana pantai mirip kawasan pantai Anyar, di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Hanya saja, kalau di Bali restoran persis berada di bibir pantai sedangkan di anyar justru hotel. Sayang, saat datang ke restoran ini tidak bisa menikmati proses matahari kembali ke peraduan atau sunrise.

Oooh ini rupanya yang bikin orang bule kerasan datang ke Bali,” gumam saya dalam batin sambil melihat para bule dari berbaga negara. Pengelihatan saya, sore itu para wisatawan banyak yang bermata sipit alias dari negara China, Taiwan, Korea dan Jepang.

Melihat banyak orang asing rasa penyesalan menyuarak dalam hati karena banyak yang ingin saya ketahui dari mereka, tapi tidak bisa berkomunkasi karena kendala bahasa. “Kenapa dulu tidak belajar bahasa Inggris,” gumam saya lagi.

Setelah makan sore dengan menu cah kangkung, kelapa muda dan jus, perjalanan dilanjutkan ke hotel di Kuta. Dari restoran ini bisa ditempuh kurang lebih satu jam karena macet di kawasan Kuta. Maklum, pantai Kuta adalah salah satu tujuan wisata yang favorite. Kami menginap di Hotal Harris, hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari pantai Kuta.

Cerita bagaimana suasana hotel dan pantai Kuta akan saya tulis pada halaman berikutnya makanya jangan bosan. Yah, paling tidak berbagai informasi bagi yang belum pernah ke tempat ini.

Waduk Malahayu Brebes


Waduk Malahayu terletak di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes,Jawa Tengah; ± 6 km dari Banjarharjo atau 17 km dari Tanjung. Luas kawasan ini sekitar 944 hektare dan dibangun pada tahun 1930 oleh Kolonial Belanda Fungsi waduk ini disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulalakamba juga sebagai pengontrol banjir serta dimanfaatkan untuk rekreasi. Di obyek wisata ini dapat ditemukan panorama alam pegunungan yang indah, dikelilingi hutan jati yang luas dan telah dijadikan bumi perkemahan dan wana wisata. Hampir memasuki kawasan waduk, kami melewati hutan jati dan persawahan. Memasuki pos retribusi, kami ditarik karcis sebesar 2 ribu per motor. Kami diajak ngobrol dengan petugas retribusi obyek wisata waduk Malahayu. Kami berdiskusi kecil mengenai perkembangan obyek wisata di kabupaten Brebes. Beliau yang ramah cepat akrab dengan kami. Beliau menceritakan bahwa waduk ini sering dikunjungi oleh mahasiswa dari berbagai wilayah, namun akhir – akhir ini pengunjung waduk menurun. Setelah cukup lama berdiskusi, kami berpamitan untuk mengunjungi waduk Malahayu. Dengan cuaca yang cukup cerah, waduk Malahayu tampak indah dari berbagai sudut. Langit yang cukup biru dengan sedikit awan. Gunung diseberang perairan waduk yang tampak jelas dilihat. Angin sepoi – sepoi menambah kenikmatan untuk bersantai di tepian waduk. Kami duduk santai di tepian waduk sambil melihat nelayan yang sedang mencari ika.[sumber:teamtouring.net]

Menikmati kesejukan Perkebunan Teh di Brebes


Wilayah brebes di bagian selatan,sebenarnya memiliki banyak obyek wisata yang bisa dikunjungi di akhir pekan seperti sekarang ini.Daerahnya yang berada di lereng Gunung Slamet,gunung tertinggi kedua di Jawa setelah Semeru,membuat wilayah ini sangat berbeda dengan kawasan brebes di bagian utara yang cenderung lebih panas karena berada di ketinggian yang lebih rendah Kali ini saya akan mencoba membawa anda berkunjung ke salah satu obyek wisata yang ada disana.

Perkebunan teh kaligua yang berada di desa pandansari kecamatan paguyangan.Perkebunan ini sendiri dikelola oleh PT.Perkebunan Nusantara IX Jawa Tengah.Sebagai kawasan agro wisata,tentu saja banyak fasilitas fasilitas pendukung yang disediakan buat para pengunjung,arena outbond,penginapan,sarana olahraga dsb.Sarana transportasi untuk menuju kawasan ini sekarang juga lebih mudah,dulu ketika belum ada angkutan pedesaan(angkudes),untuk menuju kesana,kalau memang kita tidak membawa kendaraan pribadi,paling Cuma ada ojek,atau kalau mau lebih murah lagi,biasanya menumpang truk truk pengangkut hasil sayur mayur,menjadi pilihan utama.Akses jalan menuju ke perkebunan teh kaligua juga sudah lebih baik,sejak didirikanya pabrik jamur di dekat kawasan ini.

Secara geografis,perkebunan teh kaligua berada pada ketinggian 1200-2050 mdpl di lereng sebelah barat gunung slamet.Temperatur udaranya cukup dingin,berkisar antara 8 -22 C.Kabut tebal seringkali menyelimuti kawasan ini,jadi kalau anda kesana,ada baiknya membawa jaket yang cukup tebal.Sepanjang perjalanan didominasi dengan areal lahan pertanian,untuk yang baru pertama kali kesini,sebaiknya hati hati,walaupun kondisi jalan sudah lebih baik,tetapi medan yang berkelok kelok dan menanjak mungkin perlu kita waspadai,banyak truk truk pengangkut hasil sayur mayur dan juga pengangkut jerami untuk penyemaian jamur,hilir mudik.Cukup sering terjadi kecelakaan di kawasan ini yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia.

Begitu anda memasuki pintu gerbang masuk menuju ke perkebunan teh,anda akan langsung disambut dengan hamparan pohon teh yang menghijau,bila masih pagi anda akan dengan mudah menemukan para pemetik teh yang kebanyakan perempuan, sedang melakukan tugas rutinnya memetik teh.Melihat proses teh dipetik dari pohonnya secara langsung dari jarak yang cukup dekat,bisa menjadi salah satu aktivitas yang perlu dicoba,memetik teh ternyata tidak segampang yang kita bayangkan.Kawasan perkebunan teh di kaligua dikenal dengn produksi teh hitamnya(black tea). Hasil pengolahan perkebunan teh Kaligua adalah berupa produk hilir teh hitam dengan merk “Kaligua” dalam kemasan teh celup dan serbuk. Jadi wisatawan yang berkunjung dapat langsung menikmati hangatnya teh hitam (black tea) Kaligua atau dapat membeli sebagai oleh-oleh.

Di perkebunan teh yang sudah ada sejak zaman kolonial belanda ini,selain menikmati hamparan pohon teh yang menghijau,disini kita juga bisa mengunjungi beberapa situs wisata yang ada di kawasan ini,ada goa peninggalan zaman penjajahan jepang yang misterius.Makam pendiri perkebunan,Van De Jong yang juga ada di areal perkebunan teh.

Kita juga bisa memandang puncak gunung slamet dari jarak yang cukup dekat,dari kawasan perkebunan teh,penduduk sekitar menamainya dengan puncak sakub,dari tempat ini,jika di waktu yang tepat anda akan disuguhi pemandangan yang sangat menawan dari puncak gunung slamet yang tinggi menjulang. Tak jauh dari lokasi perkebunan tersebut, di sekitar Pandansari, terdapat sebuah tempat wisata yang tergolong langka. Yakni, sebuah telaga yang dihuni jutaan ikan lele jinak,dikenal dengan telaga Renjeng.Lokasi telaga itu berada di tengah hutan lindung dan masih berada dalam pengawasan Cagar Alam Nasional.Jutaan lele jinak ini,jarang mendapat gangguan karena terdapat mitos yang mengatakan kalau kita berani menangkap ikan lele tadi dan membawanya pulang,kita bisa meninggal.Kalau ingin menyantapnya,kita harus memakannya di tempat dan membuang durinya kembali ke telaga,dipercaya duri ikan lele tadi akan kembali lagi menjadi ikan lele yang hidup. [sumber: www.kompas.com]