Paras Ayu Waduk Malahayu

Otak yang semula mendidih akibat terbakar sengatan matahari menjadi dingin, pikiran pun kembali ngejreng saat dua bola mataku menatap hamparan air di waduk Malahayu. “Mmm…Malahayu, parasmu pancen ayu,” gumamku.

OLEH ABU FADIA

Rabu (8/9/2010) sekira pukul 13.00 WIB tepatnya dua hari menjelang Lebaran 1431 Hijriah, cuaca begitu panas membuat urat saraf otak meronta-ronta seolah ingin keluar dan berendam di kolam yang berisi air Zam-zam. Hiruk pikuk warga yang hendak prepegan (tradisi belanja di pasar dua hari menjelang Lebaran-red) menambah sengatan matahari makin terasa.

Belum lagi suara deru klakson dan knalpot dari bebek mesin asal Jepang. Rasanya ingin merontak dan berteriak karena tidak kuatnya menahan panas siang itu. Meski cuaca kurang bersahabat aku tetap melaju menarik gas motor merk vario warna merah milik adiku. “Kita syukuri aja, hujan juga berkah panas juga berkah bagi para pedagang es,” hibur saya dalam batin di tengah rasa putus asa yang menggelayut dalam pikiranku.

Perjalanan kali ini ditemani istri dan Hazimah Ayu Fadia, anak pertama kami yang lahir sehari sebelum peringatan Hari Kartini yaitu Sabtu, 20 April 2008 sekira pukul 03.00 dinihari. Waduk Malahayu yang berada di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, merupakan target tour wisata yang sudah aku incar sejak lama. “Pokoknya aku harus ke waduk Malahayu,” kataku pada istri saat hendak mudik.

Rasa keinginanku untuk bisa keliling Waduk pun tak terbendung. Aku pun langsung memanggil pria berkulit sawo matang pemilik perahu di kawasan tersebut untuk mengajak keliling Waduk, yang memiliki luas kurang lebih 944 hektare. “Berapa keliling waduk?” tanyku pada pemilik perahu. Setelah negoisasi beberapa saat akhirnya harga disepakati yaitu Rp 20.000 per kepala karena selain kami bertiga ada dua pengunjung lainnya yang memiliki niat sama.

Kami bertiga pun naik perahu yang panjangnya kurang lebih tujuh meter dengan warna cat dominan biru muda mirip warna telor asin, yang menjadi ciri khas Kota Brebes. Gumpalan awan hitam bergelantungan di langit mengepung bukit-bukit kecil di kawasan waduk Malahayu. Guratan pada kayu jati tua dan suara riak-riak air dari bawah perahu memperlihatkan nuansa alam yang begitu kental. “Mmm… parasmu sungguh ayu,” gumamku berkeliling dengan perahu tradisional.

Menurut data di Wikipedia, waduk Malahayu dibangun tahun 1930 oleh Kolonial Belanda. Lokasinya berada di Desa Malahayu, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah atau sekira 45 menit dari Kecamatan Ketanggungan. Fungsi waduk sendiri disamping sebagai sarana irigasi lahan pertanian di wilayah Kecamatan Banjarharjo, Kersana, Ketanggungan, Losari, Tanjung dan Bulalakamba juga sebagai pengontrol banjir.

Perkembangan terakhir, waduk tersebut juga dimanfaatkan untuk tempat rekreasi dan perkemahan. Posisi waduk yang dikelilingi bukit dan hutan jati menjadikan tempat ini terlihat ayu. Warga sekitar Kota Brebes menjadikan tempat ini alternative rekreasi karena biaya tiket masuk yang murah hanya Rp 5.000 per motor atau Rp 10.000 untuk satu mobil.

Berbagai fasilitas tersedia di kompleks wisata ini antara lain kolam renang anak, mainan anak, becak air, perahu pesiar, perahu dayung, panggung terbuka serta disediakan tempat parkir yang cukup luas.

Sepanjang berkeliling waduk dengan perahu tua, kami bertiga menikmati nuansa alam yang eksotis dan ayu. Otot yang semula tegang menjadi lentur setelah memandangi bukit dan riak-riak air di waduk. Konon menurut mitos warga setempat, air waduk Malahayu memberikan manfaat untuk melanggengkan pasangan pengantin baru. Tak heran banyak pasangan pengantin baru membasuh mukanya dengan air waduk.

Dari tadi bicara waduk, makananya bagaimana?. Jangan-jangan tidak ada penjual makanan. Eit, sabat dulu. Anda tak perlu khawatir soal makanan karena meski hanya waduk tapi tak banyak penjual makanan di kawasan ini.

Di waduk ini, kita bisa menikmati renyahnya ikan mujair goring yang disediakan para pedagang. Menu ini adalah hidangan istimewa. Kemudahan mendapatkan makanan di tempat ini membuat sebagian kalangan memanfaatkan tempat ini untuk menggelar berbagai jenis lomba seperti balap perahu, lomba mancing, dan sebagainya. Puas menikmati nuansa alam waduk, anda yang hobi wisata kuliner bisa melanjutkan perjalanannya ke rumah makan Murni di Kecamatan Ketanggungan atau sekira 45 menit dari waduk.

Di rumah makan ini kita bisa menikmati lezatnya sate kambing muda, teh poci dengan pemanis gula batu dan sop. Lokasinya mudah dijangaku karena berada di jalur utama Brebes-Purwekerto. Tepatnya di samping Koramil Ketanggungan atau sekira 500 meter dari pintu Tol Pejagang, Kabupaten Brebes. Penasaran silahkan datang. Kenali negeri mu cintai negeri mu.