Oregano Banten, Nuansa Mah di Bali


Ada beberapa hal yang membuat orang mendatangi sebuah rumah makan. Pertama karena rasa makanan, suasananya dan terakhir pelayanannya.


Oleh Abu Fadia


Dari tiga alasan di atas tampaknya suasana rumah makan Oregano lebih menonjol daripada dua alasan lainnya. Rumah makan yang terletak di Jalan Bhayangkara, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Provinsi Banten, ini menonjolkan nuansa Bali meski adanya di daerah yang terkenal jawaranya yaitu Banten. Pada dua sudut di pintu gerbang terdapat umbul-umbul, sedangkan pagar rumah makan memanfaatkan bambu-bambu kecil yang dirapatkan.


Suasana Bali makin terasa ketika kita masuk ke dalam rumah makan. Tampak beberapa saung bambu berdiri di kelilingi aneka tanaman membuat tempat ini teduh dan terasa di sebuah taman. Di tengah saung terdapat meja kayu warna cokelat sedangkan di tepi kayu terdapat bongkahan kayu cekung yang berisi beberapa majalah nasional terkenal. Saung inilah yang dipakai pengunjung untuk menikmati menu makanan dan aneka minuman. Mulai dari oregano sampai nasi goreng gila, dari jus mangga sampai alpukat bisa dipesan di rumah makan ini. Pemilik rumah makan sepertinya betul-betul tidak mau melepaskan unsur alam yang telah melekat di tempat ini. Inilah yang membuat pengunjung betah sehingga tak jarang makanan sudah habis tapi masih berbincang-bincang hingga berjam-jam.


Bagi saya, kunjungan ke rumah makan Oregano pada bulan Ramadan kali ini (Sabtu, 28/8/2010) merupakan kali ketiganya. Biasa ikut makan gratis dengan beberapa relasi dan rekan-rekan satu profesi. “Teh kok mirip di Bali sih,” tanya saya Yuni, salah satu pelayan rumah makan yang memakai seragam orange. Wanita yang mengaku asli Rangkasbitung, Provinsi Banten ini, menuturkan bahwa pemilik rumah makan Oregano memang asli dari Bali jadi gayanya juga mirip Bali. “Kan yang punya orang Bali, wajar kalau gayanya seperti Bali,” kata Yuni yang mengaku hanya mengingat nama bosnya yaitu Ida. “ooh, pantesan aja kok banyak miripnya dengan rumah makan di Bali,” gumam saya setelah mendengar keterangan dari pelayan. Untung saya pernah ke Bali meskipun hanya sekali tapi cukup menjadi bukti. Sambil menunggu sirine dari masjid terdekat sebagai pertanda buka puasa, saya dan rekan-rekan Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Harian Kabupaten Serang berbincang-bincang seputar isu terkini baik lokal maupun nasional.


Canda dan tawa menghiasi suasana buka puasa bersama di hari itu. Tertawa saat mendengarkan cerita lucu yang pernah dialami rekan ataupun orang lain. Sekira pukul 17.50 WIB, makanan ta’jil pun disodorkan di atas meja oleh pelayan. “Pak, pesan makanannya sekarang saja biar disiapkan jadi menunggunya tidak terlalu lama,” kata salah salah satu pelayan yang tampaknya khawatir jika kami hanya memesan minum. Yah, mungkin melihat tampang kami yang ketahuan bukan orang berduit padahal memang betul adanya. Tak lama kemudian terdengar sirine dari speaker salah satu masjid di dekat rumah makan, yang langsung diikuti kata Alhamdulillah. Menu takjil yang disediakan pemilik rumah makan hari itu adalah secangkir teh manis dan kolek. Srupp. Srup…ha, haus pun lenyap dengan empat sendok kolek dan seteguk teh manis. Usai menyantap takjil kami shalat bergiliran di salah sudut rumah makan yang berada di pojok utara.


Di tempat shalat dan kamar mandi saya kembali menemukan nuansa alam yang membuat jiwa tenang. Area yang dipakai shalat sengaja dibikin oleh sang pemilik tanpa skat apapun sehingga hembusan angin begitu terasa dan menambah kekhusukan shalat. Sementara itu, di bagian kamar mandi pun tak lepas dari penyatuan alam. Pada lantai kamar mandi mungil pemilik menggunakan batu-batu kecil sehingga kita merasa di tepian sungai di daerah pegunungan. Manja pengunjung tak berhenti di sini. Rumah makan yang hanya berjarak kurang lebih 300 meter dari rumah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ini, pengunjung juga dimanjakan dengan jalan penghubung yang dilapisi batu-batu kecil. Area ini cocok bagi anda penderita rheumatik. Shalat Maghrib sudah dilakukan dan sekarang giliran menyantap oregano plus jus mangga. Nikmat benar, rasanya betul-betul ma nyos apalagi diselingi canda dan tawa tentang cerita-cerita lucu atau yang memotivasi.


Oregano dalam Wikipedia adalah jenis tanaman yang biasa di Mediterania dan Asia Tengah dan Selatan. Tanaman yang memiliki nama binomial origanum vulgare ini cocok digunakan untuk membuat makanan seperti pizza dan spaghetti. Tanaman ini memiliki panjang kurang lebih 20-80 centi meter. Kenikmatan oregano tidak mungkin dirasakan dalam tulisan tapi harus dirasakan sendiri oleh lidah kita. Dari tadi cerita enaknya, harganya bagaimana?, jangan-jangan mencikik leher nih. Meski tidak tahu persis berapa harga per item karena tidak tertera, tapi menurut informasi orang yang traktir kurang lebih Rp 500.000 untuk tujuh orang. Penasaran?, silahkan kunjungi sendiri. ***

Pulau Sanghyang, Indahnya Tak Terbayang

Deburan ombak, gulungan gelombang dan kicauan burung elang, menyambut siapapun yang datang ke Pulau Sanghyang. Mereka akan selalu memberikan salam penghormatan kepada pengunjung termasuk saat saya mendatangi lokasi yang indahnya tak terbayang sebelumnya.


OLEH KARNOTO


Pekan lalu, saya menyambangi pulau Sanghyang, sebuah kawasan wisata di Kabupaten Serang yang aksesnya hanya bisa menggunakan perahu. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 377 hektare yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu permukiman, tempat latihan perang TNI dan kawasan konvervasi. Di Sanghyang kita bisa melihat keindahan tebing tinggi yang artistik, pancaran laut biru yang jernih sehingga tembus pandang, suara deburan ombak, burung elang yang terbang dengan gagah meliuk-liuk di ata laut sambil berkicau, semua penghuni alam itu menyatu di pulau ini.

Merekalah yang menyambut dan menemani kita selama mengelilingi Pulau Sanghyang. Yah, mereka akan setiap menemani setiap pengunjung hingga bosan, berapa lamanya pun kita keliling mengitari tebing, laut dan elang akan setia menemani. Kepenatan selama di kota dengan beragam aktivitas lenyap ketika memasuki Sanghyang. Menyatunya karakter masing-masing penghuni alam mulai dari suara deburan ombak yang menghantam karang ataupun kicauan burung elang, membuat batin seperti sedang dicuci sehingga memutih kembali.

Noda hitam hati akibat kepenatan dan stress selama di kota sirna tersapu angin yang menghembus membawa air laut hingga membentuk karang dan menimbulan suara indah.

Byur…byur…byur, suara ombak saat menghantam karang seperti memberikan salam penghormatan kepada para tamu yang berkunjung ke Sanghyang. Keberadaan ombak, angin dan karang dengan segala isinya, tak hanya cukup dirasakan. Bagi pengunjung pun bisa bercengkrama dengan kehidupan di dalam laut mulai dari aneka jenis ikan, karang, ataupun bermain-main dengan gelombang. Di Sanghyang kita bisa berenang sambil melihat jenis ikan yang warna-warni karena jernihnya air laut membuat takjub mata karena tembus pandang.

Radar Banten yang turut serta berenang merasakan kenikmatan luar biasa. Tak hanya membersihkan badan tapi juga membersihkan batin karena kekaguman atas sang pencipta yang telah menjinakan alam di Sanghyang untuk kesenangan manusia.

Jika sudah merasa bosan bercengkrama dengan ombak ataupun karang, kita bisa kembali naik ke perahu untuk memulai aktivitas baru yang mengasyikan yaitu memancing. Meski hanya sekadar mencari kenikmatan tapi memancing bisa merenggangkan urat saraf karena aktivitas ini penuh keceriaan. Kondisi laut yang masih alami membuat ikan merasa betah tinggal di Sanghyang. Tak heran para nelayan selalu menuju tempat ini untuk mencari ikan termasuk beberapa wisatawan yang memiliki hobi memancing.

Sekira pukul 11.30 WIB, di saat matahari mulai memancarkan sinar panasnya, Radar Banten dan rombongan menuju ke dermaga sederhana yang dibuat nelayan untuk meneruksan perjalanan menuju ke dalam kawasan Sahngyang.

Di dalam kawasan kita akan menemukan aneka jenis tumbuhan,mulai dari rotan, jati ataupun pohon kelapan. Ada sekira 40 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan ini sehingga kita tidak perlu khawatir soal makanan, karena ada penduduk yang berjualan meski tidak sekomplit di perkotaan.

Memasuki kawasan kita bisa belajar cara membuat kopra kelapa kepada warga setempat. Kopra inilah yang menjadi andalan warga untuk mendapatkan uang. Tak hanya rumah penduduk, musala mungil pun tersedia di dalam kawasan lengkap dengan sarana wudlunya. Jadi bagi anda yang baru kali pertama datang ke Sanghyang tak perlu khawatir akan kelaparan.

Berakhirkah kenikmatan kita sampai di dalam kawasan?. Masih ada satu tempat lagi yang bisa kita jamah di Sanghyang yaitu pantai Sepanjang. Lokasinya hanya sekira 500 meter dari permukiman penduduk dan bisa ditempuk dengan perjalanan kaki.

Menurut informasi dari warga setempat, pantai sepanjang pernah dijadikan lokasi syuting Tamara Blezzenky dalam film terbarunya. “Lah ini dua genset pernah disewa syuting Tamara,” kata salah satu warga. Pantai berpasir putih ini cukup eksotis karena masih alami. Pada dua bagian lekukan di ujung kanan dan kiri terdapat tebing tinggi yang kokoh mirip pantai di Bali. Kawasan Sanghyang terbagi menjadi tiga bagian yaitu permukiman, latihan militer dan konvervasi.

****

Perjalanan Menuju ke Sanghyang

Untuk menuju Pulau Sanghyang hanya bisa dilakukan dengan sarana transportasi perahu. Pada pekan kemarin, Radar Banten bersama rombongan menggunan dermaga Sanghyang Resort dan SPA di Desa Cikoneng. Bagi pengunjung Kota Serang, Cilegon, Pandeglang dan Lebak bisa langsung ke dermaga atau menghubungi langsung nelayan yang biasa mengantarkan pengunjung.

Sementara untuk pengunjung dari luar Banten, seperti Jakarta dan sekitarnya. Arahkan kendaraan ke kawasan pantai Anyer dan masuklah ke Sanghyang Resosrt and SPA di Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer atau sekira 500 meter dari pasar Anyer. Di sinilah terdapat dermaga dan beberapa perahu yang biasa digunakan untuk mengunjungi Sanghyang.

Berapa harga sewa perahunya?, pasti mahal kan ke pulau?. Untuk masalah harga para pemilik perahu biasanya menjadikan kunjungan ke Sanghyang dalam satu paket dengan harga Rp 3,5 juta paket satu hari, terdiri biaya sewa sehari, makan dua kali di pinggir laut dengan menu bakar ikan, sambal tomat dan lalaban.

Untuk satu perahi mampu menampung kurang lebih 20 orang dengan pendamping dari nelayan 6 orang. Nelayan inilah yang akan mendampingi kita selama perjalanan termasuk memberikan informasi sekilas tentang kondisi Sanghyang. Mereka pula yang akan mencari ikan untuk menu makan siang dan sore hari termasuk mengajari berenang.

Perjalanan dari dergama menuju ke Sanghyang kurang lebih satu jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi pinggiran Sanghyang kurang lebih 1,5 jam. Tak puas dengan pinggiran Sanghyang, kita bisa masuk ke dalam area Sanghyang dan bisa berbincang-bincang dengan warga setempat.

Oleh-oleh Sanghyang

Karena tempatnya berada di tengah laut maka tidak ada oleh-oleh yang biasa dibawa selain hasil laut. Ikan segar dengan aneka jenis, bentuk dan warna, tempurung keong, itulah oleh-oleh yang bisa kita dapatkan dari Sanghyang. Namun tak perlu khawatir karena di kawasan Anyer kita bisa mendapatkan oleh-oleh yang masih bercirikan dengan laut.