Istirahat Batin di Baduy

Jika ingin istirahat batin dengan cara menjauh sejenak dari kehidupan modern yang serba praktis, menetaplah beberapa hari di kampung Baduy yang menolak listrik hingga saat ini. Tanpa listrik membuat suasana kampung pada malam hari menjadi gelap gulita dan senyap tanpa suara, tetapi memberikan rasa tenang dan kedamaian.

Tak sulit menjangkau kawasan permukiman Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, karena jaraknya hanya 130 kilometer dari Kota Jakarta. Perkampungan ini sangat tepat untuk menjadi oase bagi warga yang hendak menghilangkan kepenatan suasana kota besar yang penuh dengan kebisingan dan polusi.

Sebagai perkampungan yang warganya masih memegang teguh peraturan adat, Kampung Baduy sangat tenang dan damai. Sepanjang hari kita hanya akan menikmati dering tonggeret, kicau burung, dan gemercik air yang dipelihara warga sebagai sumber kehidupan.

Kalaupun terdengar suara, itu juga suara dari aktivitas warga yang tengah memainkan peralatan tenun atau suara alu dan lesung warga yang tengah menumbuk kopi atau padi. Suara itu biasanya nyaring terdengar pada pagi hari saat kaum perempuan Baduy melakukan aktivitas di rumah sebelum berangkat ke ladang.

Ketenangan dan keasrian di dalam perkampungan Baduy terlihat dari jalan beralas batu-batuan. Jalan tersebut ditata rapi, termasuk juga susunan batu untuk menguatkan tebing di sejumlah sudut permukiman. Lumut yang menyelimuti bebatuan itu memberi kesan hijau, sekaligus kuno. Ditambah kabut yang turun di perkampungan itu sehingga memberikan suasana batin yang nyaman.

Pada malam hari, ketika tidak ada mendung, perkampungan Baduy bisa menjadi tempat ideal menikmati bintang di langit. Di perkampungan Baduy, yang gelap karena ketiadaan listrik, setiap warga atau pelancong bisa melihat bintang.

Asyiknya lagi ketika hari mulai merambat malam, para pelancong bisa menikmati merdunya suara jangkrik, serangga lain, dan burung hantu.

Banyak alternatif

Apabila Anda tertarik mengunjungi Baduy, tidak perlu khawatir. Banyak jalan menuju ke kampung alam tersebut. Salah satunya adalah melewati Tol Jakarta-Merak, lalu berbelok ke arah Rangkasbitung. Selain itu ada jalan alternatif lainnya, yakni melalui pintu tol di Balaraja, kemudian meniti ruas Jalan Cikande. Bisa juga lewat pintu Tol Serang Timur, kemudian mengambil jalan ke arah Rangkasbitung.

Namun, jika Anda tak ingin berkendaraan, bisa menggunakan transportasi kereta. Naik kereta dari Jakarta menuju Stasiun Rangkasbitung. Turun di Stasiun Rangkasbitung, kemudian naik kendaraan ke arah kawasan wisata budaya Baduy.

Tak perlu khawatir untuk tersesat karena Anda bisa bertanya kepada warga di sepanjang jalan. Mereka umumnya sangat terbuka untuk membantu menunjukkan arah ke Baduy.

Untuk memasuki permukiman Baduy, warga disarankan terlebih dulu melaporkan kedatangannya ke Jaro (Kepala Desa) Kanekes, yang saat ini dijabat Dainah. Lokasi rumah Jaro Kanekes ini ada di Kampung Kaduketug, sekitar 300 meter dari Terminal Ciboleger, yang menjadi tempat akhir kendaraan rute Rangkasbitung-Ciboleger.

Ada sejumlah agen perjalanan dan wisata yang melayani perjalanan ke Baduy. Namun, bagi yang datang secara pribadi atau keluarga, bisa meminta bantuan dari pemandu setempat, yang dapat ditemui di sekitar Terminal Ciboleger.

Pemandu setempat memiliki kelebihan, terutama karena lebih mengenal seluk-beluk medan dan kenal dengan banyak warga Baduy. Selain itu, mereka pun fasih berbahasa Sunda sehingga dapat memperlancar komunikasi dengan warga Baduy.

”Agen yang membawa turis asing pun sering melibatkan kami. Jadi, pemandu dari Jakarta atau yang ada di sini sama saja pengetahuannya,” kata Agus Bule, seorang pemandu.

Selain rumah singgah, pengunjung pun dapat menginap di rumah-rumah penduduk. Tentunya dengan lebih dahulu melaporkan keberadaannya kepada Jaro.

Khusus untuk kebutuhan makan harian, para pengunjung dapat makan di rumah warga. Biayanya tergantung kerelaan masing-masing pihak. Namun, terbuka kemungkinan pengunjung membawa bahan makanan mentah, seperti beras, ikan asin, telur asin, dan sebagainya. Bahan mentah itu kemudian diserahkan kepada pemilik rumah untuk diolah dan disantap bersama tuan rumah.

Namun, hal lain yang juga mesti diperhatikan adalah soal kamar mandi untuk keperluan ke belakang. Jangan bayangkan senikmat di hotel, losmen, atau rumah kita. Mengingat kampung ini masih tradisional, kondisi MCK sangat jauh dari nyaman. Di salah satu rumah warga Baduy Luar, tempat kami menginap, misalnya, untuk buang air besar atau kecil masih menggunakan bambu panjang untuk mengalirkan kotoran buangan ke arah tebing di belakang rumah. Namun, untuk sebuah petualangan alami, tentunya tetap menarik, kan?

Mandiri pada sandang

Namun, selama menelusuri wisata Baduy ini ada sesuatu yang menarik untuk dipelajari, yakni bagaimana warga Baduy menjadi masyarakat mandiri. Mereka bukan hanya mampu menjaga adat istiadat secara kuat, melainkan juga bisa menyediakan kebutuhan mereka sendiri, mulai dari baju, makan, sampai kebutuhan hidup lainnya.

Ada sensasi tersendiri ketika melihat pembuatan tenun khas Baduy. Pengunjung bisa melihat proses pemintalan benang hingga tenun. Pengunjung pun dapat melihat proses pemotongan, pencelupan, dan penjemuran ketika membuat baju jamang.

”Khusus jahit, biasanya kain yang telah dipotong dibawa ke Baduy Dalam. Masyarakat Baduy Dalam punya metode sendiri ketika menjahitnya,” ujar Sarmidi, warga setempat.

Hasilnya berupa baju pangsi warna hitam dan putih, selendang, syal, serta sarung. Dalam acara adat, warga Baduy menggunakan beberapa hasil tenunan itu. Pengunjung yang berminat bisa membelinya langsung dari warga setempat dengan harga bervariasi.

Baju lengan panjang warna hitam yang lazim disebut jamang dijual Rp 65.000, syal Rp 40.000, ikat kepala Rp 45.000, atau sarung Rp 60.000. Ada juga tas dan gelang dari anyaman kulit kayu teureup yang dijual Rp 60.000 dan Rp 10.000. Pengunjung pun bisa membeli madu hutan asli dengan harga Rp 60.000 ukuran 1 liter dan Rp 30.000 ukuran 0,5 liter.

Bila ingin mendapatkan oleh-oleh lainnya, pengunjung juga bisa mengunjungi pasar khusus di Terminal Ciboleger. Kios-kios ini biasanya dikelola oleh masyarakat luar Baduy, yang tinggal di sekitar permukiman Baduy. Di sana dijual kaus bertema Baduy, topi bundar yang biasa digunakan untuk berladang, tas dari karung, hingga golok. [sumber: www.kompas.com]

0 Response to "Istirahat Batin di Baduy"